Istilah Gaj Ahmada Viral, Begini Penjelasan Penulis

0
105
Share on Facebook
Tweet on Twitter
Sejarah (1)
Copyright ©Facebook

Istilah Gaj Ahmada Viral, Begini Penjelasan Penulis

Lensaremaja.comGaj Ahmada beberapa waktu ini viral, nama tersebut adalah nama yang telah ada pada buku berjudul Fakta Mengejutkan: Majapahit Kerajaan Islam. Menanggapi adanya hal ini, penulis buku Herman Sinung Janutama akhirnya angkat bicara melalui sebuah video di media sosial.

BACA JUGA : Mengungkap Sejarah Hari Kebangkitan Nasional Sebagai Simbol Persatuan Indonesia!

Pada unggahan video akun Patih Dadjah Mada pada Senin (19/6/17), Herman mengatakan, kalau metode penulisan pada buku itu, pada saat dirinya ‘diadili’ di kantor Muhammadiyah Kota Yogyakarta terkait dengan adanya isu viral Gaj Ahmada.

“Dalam bicara sejarah, kita harus mengetahui epistemologi kita sendiri. Tata pengetahuan kita sendiri. Membaca aksara Kawi, maka kita harus menggunakan epistemologi –cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan– kami,” kata Herman pada video berjudul “Epistemologi Kawi Gadjah (ah)mada”, Senin (20/6/2017).

“Bukan menggunakan epistemologinya De Graaf atau yang lain, misalnya profesor dari Universitas Michigan Amerika Serikat, Nancy K Florida, sekalipun dia membaca 750 ribu manuskrip Nusantara,” sambung dia.

Herman Sinung Janutama
Copyright ©Youtube

Penulis buku yang menyebutkan istilah Gaj Ahmada ini mengatakan, dalam Mardi Kawi ada beberapa tata cara menulis, membaca, dan menterjemahkan simbol. Metodologinya sangat solid dan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dia mencotohkan dua suku kata Kawi di gabung menjadi satu, jika  ditengah terdapat suku kata yang sama maka harus di lebur salah satunya dan ini yang telah diterapkan dalam istilah Gaj Ahmada.

BACA JUGA : Sejarah Peringatan Hari Kartini Setiap Tanggal 21 April, Emansipasi Wanita Serta Edukasi Habis Gelap Terbitlah Terang!

“Itu namanya Garbah. Misalnya, Kusuma Mangku, maka saya hanya akan menuliskan Kusumangku. Nusa, Anta, Tara, maka akan saya gabungkan Nusantara,” kata dia dalam video tersebut.

“Maka ketika saya membaca Gajah Mada, disambung, ketika saya memisahkan, Gajah dan Mada saja, sekalipun maaf-maaf saja, ini menjadi nama universitas terkemuka. Saya harus mengembalikan satu suku kata tersebut pada awalnya, sehingga saya katakan Gadjah (Ah)mada. Ini aturan main dalam penulisan kami,” tandasnya.

Pada akun yang sama, ada video lain berjudul “Metodologi Penulisan Sejarah Gajah (ah)mada”. Penulis buku yang menyebutkan istilah Gaj Ahmada ini menegaskan, apapun informasi akan diterimaya dan kemudian dia buktikan dengan penelitian dan survei.

“Dalam menuliskan kita tidak mau menggunakan model-model penulisan laporan, tidak mau. Kita ingin terlibat, harusnya dengan bahasa-bahasa seni fenomenologi –ilmu tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat. Jadi kita terlibat dalam situs itu,” ungkap dia.

BACA JUGA : Inilah Makna yang Dapat Diambil dari Peringatan Hari Perempuan Internasional 2017!

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY